Senin, Oktober 27, 2008

Subtitel

Tulisan ini ditujukan pada Anda yang doyan menonton DVD bajakan (baik tayangan layar perak maupun layar teve alias serial), tapi kerap menggerutu karena meskipun gambarnya apik, subtitelnya kacau beliau dan kemampuan Anda mendengarkan dalam bahasa Inggris kurang memadai, padahal Anda orang yang mementingkan keutuhan dialog. Seperti saya.

Saya kadang bingung harus menyumpahi atau bersyukur pada para pembajak DVD yang mengedarkan produknya di wilayah Indonesia. Kecepatan mereka mendapatkan film dan serial terbaru memang perlu diapresiasi, terutama oleh kalangan yang getol mengikuti perkembangan hiburan mancanegara dan ingin selalu mendapat tontonan yang up to date nan murah meriah. Namun, acap kali kualitas produk mereka (namanya juga bajakan) bikin saya geleng kepala, khususnya masalah subtitel.

Akhir-akhir ini serial teve Barat yang beredar dalam bentuk DVD bajakan di Indonesia mengalami perubahan format. Dahulu, serial dibajak dan diedarkan bila sudah menuntaskan satu musim tayang. Namun, saat ini setiap dua sampai empat episode ditayangkan di negara asalnya, satu keping DVD bajakannya sudah bisa ditemukan di rental dan kios. Jadi jangan heran kalau satu musim serial dengan jumlah episode antara 22-24 yang dulu dimuatkan dalam 6-7 keping DVD, sekarang bisa sampai 10 keping (season 1a, 1b, dst.). Model pembajakan macam begini tentu memiliki konsekuensi pada kualitas subtitel yang diberikan. Sering saya temui, minimal satu episode dalam satu keping DVD yang subtitelnya kacau. Ini tentu menjengkelkan, tetapi saya berupaya untuk mengakalinya.

Ada dua cara yang biasa saya pakai untuk mengatasi masalah di atas. Pertama, menggunakan peranti lunak penampil subtitel yang independen dari pemutar DVD, yang saya gunakan sekarang adalah DVD Subtitle Player. Peranti lunak ini memainkan file subtitel yang ada di komputer secara transparan di atas tampilan video yang diputar. Kekurangannya adalah sekali Anda memutar DVD dan subtitle player, harus nonton sampai kelar, soalnya kalau diputus di tengah, Anda mesti mengatur lagi kecocokan jalannya teks dengan video. Ini rada merepotkan kalau Anda belum biasa.

Cara yang kedua, gunakan pemutar media yang bisa memainkan subtitel dari luar sumber media yang dimainkan. Yang saya pakai sekarang adalah Gom Player. Peranti lunak ini otomatis mencari subtitel di folder asal video, tapi memungkinkan Anda untuk memainkan subtitel dari folder lainnya. Dengan Gom Player, Anda bisa menonton seperti biasa, tidak khawatir bila perlu memutus di tengah karena jalannya subtitel sudah disinkronisasi otomatis dengan video. Kalau subtitel dirasa terlalu lambat atau cepat, Anda bisa mengaturnya secara manual.

Nah, sekarang dari mana Anda bisa mendapatkan file subtitel? Dari pengalaman saya, ada dua situs yang kualitasnya lumayan, yaitu tvsubtitles.net dan subscene.com. Subtitel bisa diperoleh paling cepat sehari setelah episode yang dimaksud ditayangkan di negara asalnya, tapi biasanya kalau Anda menunggu beberapa hari, versi yang sudah diedit dan kualitasnya lebih baik akan muncul. Tentu saja jangan mengharapkan subtitel dalam bahasa Indonesia, kecuali Anda mau membuatnya sendiri.

Selamat menikmati DVD bajakan Anda dengan lebih nyaman.

Selasa, Oktober 21, 2008

Psych

Cenayang bohongan yang menjadi tema serial ini sebetulnya merupakan fenomena yang jamak terjadi di Indonesia. Cuma kalau di negeri kita yang banyak terdengar adalah cerita-cerita kriminal getir tentang dukun palsu yang mengibuli korban habis-habisan (sampai dihabisi pula, kadang), sementara sosok yang mengaku cenayang di serial Psych setidaknya doyan ikut campur memecahkan kasus-kasus kriminal, walaupun polahnya tak senantiasa positif juga.

Serial yang sedang jalan musim ketiganya ini ada yang menyebutnya sebagai versi parodi dari serial Monk yang ditayangkan oleh jaringan stasiun televisi yang sama, USA Network. Saya kira sebutan itu tidak salah, soalnya meski ada beberapa elemen yang mirip, Psych terkesan lebih santai dan ringan dibandingkan dengan Monk. Istilahnya, serial berondong jagung yang renyah dikunyah, tetapi kurang substansial.

Psych mengisahkan tentang dua sahabat, Shawn Spencer (James Roday) dan Burton Guster (Dule Hill) yang mendirikan biro detektif cenayang. Gara-garanya suatu hari Shawn untuk kesekian kalinya memberi petunjuk tentang perkara kriminal dan polisi malah jadi curiga padanya. Untuk mengelakkan tuduhan polisi, Shawn mengaku dirinya punya indera keenam, alias cenayang, padahal kemampuan yang dimiliki aslinya adalah ketajaman memori, deduksi dan persepsi sensori luar biasa yang dilatihkan sang ayah yang mantan polisi sejak dini. Berbekal "kecenayangan" dan biro yang mereka dirikan, Shawn dan Gus bersama-sama membantu (dan juga merecoki) kerja polisi menyelidiki berbagai macam kasus.

Menurut saya, masalah paling mendasar pada serial ini adalah temanya. Baiklah, ide bahwa Shawn bisa meyakinkan orang bahwa dia cenayang mungkin bisa diterima, tapi dalam jangka pendek. Katakanlah satu musim. Selanjutnya, apakah orang (dan seharusnya polisi) tidak curiga karena "kemampuan" Shawn muncul dengan sangat selektif, perlu didasari fakta sebelumnya dan menghasilkan kesimpulan yang bisa ditarik siapa saja yang mau berpikir. Namun, boleh jadi para tokoh lain di serial ini sengaja menutup mata karena mereka perlu perspektif yang berbeda. Kemudian, meski kombinasi Roday-Hill cukup menghibur, Roday kurang mampu membuat penonton mengidentifikasi diri dan peduli dengan sosok Shawn yang sering dimainkan terlampau gila-gilaan, ceroboh, dan seenaknya. Ada beberapa momen yang membuat saya mengeluh bareng Gus melihat tingkah Shawn, malah. Ya, seperti yang sudah saya katakan di atas, serial ini tampaknya dirancang murni untuk menghibur dan ditonton selagi senggang.

Senin, Oktober 13, 2008

Prison Break

Serial ini termasuk kasus pertama dari sederet judul serial yang DVD-nya saya sewa lantaran ingin melihat penampilan seorang bintang tamu, iseng, penasaran atau bahkan tidak sengaja, tapi kemudian berhasil membikin saya kepincut. Prison Break di Indonesia pernah ditayangkan musim pertamanya oleh AnTV, pada jam yang tumbennya cukup masuk akal. Di AS serial ini kini tengah berjalan musim keempatnya dan tampaknya masih menjadi serial yang cukup populer.

Episode awal Prison Break dibuka dengan sosok insinyur bangunan tampan, Michael Scofield (diperani Wentworth Miller dengan sorot mata tajamnya yang kalkulatif sekaligus sensitif) yang mesti mendekam di hotel prodeo Fox River setelah upayanya merampok bank dengan berbekal pistol dicegah polisi. Di penjara, Michael bertemu dengan Lincoln Burrows (Dominic Purcell), kakak satu-satunya. Rupanya, Michael sengaja memasukkan dirinya ke dalam penjara untuk membebaskan Lincoln yang akan dieksekusi sebagai hukuman atas pembunuhan adik wapres AS yang sesungguhnya tidak dilakukannya, setelah upaya legal mengalami jalan buntu. Musim pertama serial ini sepenuhnya berkutat pada upaya Michael dkk. kabur dari penjara, dinamika kehidupan penjara dan penyelidikan untuk mengungkap lapis demi lapis fakta-fakta di balik pembunuhan tersebut yang membawa mereka sampai ke konspirasi tingkat tertinggi pemerintah Amerika. Di musim kedua fokus cerita mulai agak terpencar setelah Michael dkk. (atau dijuluki Fox River Eight) berhasil melarikan diri dan menghadapi jalan yang berlainan walau senantiasa saling bersimpangan, serta tetap meneruskan elemen misteri konspirasi yang tambah rumit. Cerita berlanjut di musim ketiga, di mana Michael sekali lagi harus dapat melarikan diri (dan seperti deja vu, tambahan penumpang lainnya) dari penjara, kali ini penjara Sona di Panama yang penjagaannya ketat luar biasa, dengan Lincoln di seberang temboknya. Kemudian di musim keempat, Michael dan Lincoln bereuni dengan alumni Fox River Eight dan Sona untuk menjalankan misi mustahil: membongkar kedok dan aksi komplotan antagonis The Company (yang ternyata biang dari segala konspirasi) demi status yang terdengar sederhana: manusia bebas.

Prison Break mungkin bukan serial paling cerdas yang pernah saya tonton. Menurut saya, makin lama serial ini kian kehilangan rasa realistis dan masih banyak lubang dalam plot yang tidak tertambal dengan baik. Seperti berkendara di jalan yang penuh bekas galian kabel, bisa dijalani, tapi terasa tak mulus. Namun, drama yang disisipkan dengan manis di sela aksi, akting para aktornya yang lumayan baik, tempo dan aksi penuh ketegangan yang disajikan dalam tiap episode cukup mampu membuat mata saya tetap memelototi layar laptop (atau teve), membangkitkan rasa berdebar dan penasaran dengan kelanjutan kisahnya. Sungguh, kalau kita serius menontonnya bisa terengah-engah (paling tidak secara mental) lantaran adegan demi adegan terus mengalir rapi dengan kisah yang bergulir cepat, dinamis dan menegangkan. Soal ketegangan ini saya sempat berpikir apakah penulis skenario Prison Break kenal dengan Raam Punjabi yang bikin sinetron Tersanjung. Apa pasal? Ya, karena adegan "nyaris-nyaris ketahuan yang berbahaya" dalam Prison Break mengingatkan saya pada Tersanjung yang menerapkan formula demikian (tapi dengan intensitas berlebihan sehingga bikin muak saja.