Senin, Maret 22, 2010

Burn Notice

Saya kira Anda mengenal karakter James Bond, agen rahasia Inggris rekaan Ian Flemming, yang selalu terlibat dalam berbagai misi yang penuh petualangan dan aksi, juga dikelilingi perempuan molek. Film tentang James Bond biasanya masuk jajaran film terlaris Hollywood. Anda juga tak asing dengan sosok McGyver, pria serbabisa yang punya banyak akal dan mampu mengatasi situasi genting cuma bermodalkan barang-barang sederhana nan rumahan. Serialnya pernah ditayangkan stasiun teve swasta tanah air. Kombinasi James Bond dan McGyver plus bumbu humor dan latar kota Miami yang eksotis tampaknya menjadi ramuan Matt Nix ketika dia menciptakan serial Burn Notice. Serial ini diputar di stasiun USA Network, stasiun yang sama dengan yang memiliki serial detektif terkemuka, Monk, mulai tahun 2007 dan saat ini sudah sampai pada musim ketiga.

Cerita dalam Burn Notice berkisar pada si tokoh utama, seorang (eks) mata-mata bernama Michael Westen (Jeffrey Donovan). Michael tengah menjalankan operasi spionase ketika dia mendapat burn notice, yaitu semacam pernyataan dari dinas atau organisasi rahasia bahwa dia tak dapat dipercaya dan diandalkan sebagai mata-mata, dengan kata lain "dibakar". Seorang agen dengan burn notice lazimnya tak punya uang, catatan karier, tidak dapat bepergian ke mana-mana dan dicampakkan di sebuah kota. Michael terpaksa berdiam di Miami, tapi dia tidak menganggur. Dengan bantuan Sam Axe (Bruce Campbell), mata-mata semi-pensiun dan Fiona Glennane (Gabrielle Anwar), mantan pacar Michael yang doyan meledakkan dan menembak sesuatu, Michael berupaya untuk kembali ke pekerjaan lamanya dan menyambung hidup dengan menerima klien yang butuh bantuannya untuk mengatasi berbagai masalah. Petualangan tiga serangkai itulah yang mewarnai setiap episode Burn Notice.

Serial ini menawarkan adegan aksi, jurus-jurus ala mata-mata, percikan romansa, serangkaian plot tentang organisasi rahasia yang di luar jangkauan (di sini saya mau tak mau teringat Prison Break) dan menyelipkan potongan drama dengan narasi orang pertama dari sudut pandang Michael. Plot utama tentang siapa dalang di balik burn notice-nya Michael dan kasus yang berbeda tiap episode cukup berimbang. Saya terutama menikmati saat-saat Michael mengeluarkan beragam trik yang dimilikinya, biasanya hal yang sederhana, tapi dampaknya besar dan tepat guna. Kemudian, saya kira Jeffrey memainkan tokoh Michael dengan meyakinkan, termasuk ketika Michael mesti menyamar menjadi macam-macam karakter. Kritik yang pernah saya dengar (dari pemirsa Indonesia) adalah Jeffrey kurang tampan untuk jadi mata-mata, tapi bagi saya, justru dia pilihan tepat. Cukup enak dipandang untuk mendapat atribusi dapat dipercaya, tidak terlalu menyolok sehingga bisa menyaru jadi siapa saja.

Satu hal yang agak mengganggu, atau kalau mau dibilang merupakan kelemahan serial ini, adalah banyak hal yang disimplifikasi alias digampangkan. Namun, mungkin itu adalah konsekuensi dari plot yang rumit mesti diejawantahkan secara sederhana. Kemudian, karena serial ini tergolong yang digerakkan oleh plot, perkembangan karakter tidak terlalu terasa (setidaknya di mata saya). Burn Notice memang boleh dibilang serial yang memotret lika-liku spionase secara ringan dan renyah, tetapi jika Anda menyukai genre aksi-petualangan, serial ini dapat menjadi pilihan tontonan yang menarik.

Selasa, Maret 31, 2009

Tontonan yang Tidak Ada Matinya

Saya pernah membaca di sebuah harian nasional bahwa serial Barat atau sinetron Barat, begitu istilah saya, adalah mata acara yang memiliki pemirsa tetap yang setia di Indonesia. Saya setuju dengan tulisan itu. Sinetron Barat memang cuma tampak segelintir, satu-dua judul yang ditayangkan acakadut di televisi swasta kita, kalah kuantitas dibandingkan dengan banjirnya acara-acara seragam musiman macam sinetron seri, gosip, berita kriminal dan sebagainya. Namun, tampaknya jenis acara ini memiliki pemirsa yang jauh lebih loyal.

Kapan mulainya sinetron Barat ditayangkan di Indonesia, saya kurang begitu tahu. Saya kira sudah cukup lama. Sinetron Barat pada tahun 1990-an merupakan menu tontonan saya sehari-hari, mulai dari yang ditayangkan di televisi pemerintah, maupun televisi swasta. Saya telah sebutkan berbagai judul sinetron Barat yang memikat perhatian saya pada tulisan pertama saya dulu, tak perlu saya ulangi di sini. Pada masa antara tahun 1990-an sampai 2000, ada saja judul sinetron Barat yang muncul di televisi. Banyak yang diputar pada jam tayang utama, seperti sinetron sekarang. Lambat laun jumlah sinetron Barat di televisi kian berkurang dan jam tayangnya tergeser makin malam sampai dini hari. Sinetron Barat kini menjadi barang langka di kancah dunia pertelevisian (tak berbayar) Indonesia.

Menghadapi kondisi seperti itu, bagaimana reaksi para penggemar sinetron Barat? Seperti penggemar yang loyal, tentu. Ada yang rela menunggu acara kesukaannya itu sampai malam hari (meski dengan jam tayang yang suka telat dan tak tentu). Ada yang mencari cara lain untuk dapat menikmati sinetron Barat favorit. Jalan bagi penggemar setia sinetron Barat terbuka lebar (walau rada ilegal) sekarang. Membanjirnya produk DVD bajakan, penetrasi akses internet yang meluas, itu penyebabnya. Di berbagai toko dan rental DVD yang saya pernah kunjungi, sinetron Barat berbagai judul biasanya dapat ditemui. Saya pernah geleng kepala ketika menyadari betapa sigapnya pembajak DVD memasukkan episode-episode yang baru tayang beberapa hari sebelumnya di negara asal sinetron Barat. Persoalan subtitel yang sering kacau dapat diatasi dengan mengunduh di internet. Peran penyedia layanan ungguh berkas lokal dan internasional juga penting. Banyak penggemar sinetron Barat mengunduh episode demi episode menggunakan sambungan internet kecepatan tinggi.

Dapat dikatakan bahwa pemirsa setia sinetron Barat itu eksis di Indonesia, meski jumlahnya barangkali tidak banyak-banyak amat. Mereka dengan berbagai cara berupaya agar dapat menyaksikan episode baru sinetron Barat kesayangan tanpa tergantung pada televisi lokal. Mereka juga memiliki forum-forum untuk mendiskusikan sinetron Barat yang diminati, saya sendiri aktif dalam satu forum. Pendek kata, sinetron Barat adalah tontonan yang tidak ada matinya, sepanjang masih ada semangat para pemirsa setianya.

Salam kepada semua penyuka sinetron Barat di seluruh Indonesia.

Jumat, November 21, 2008

Penggambaran Indonesia dalam (Beberapa) Serial Televisi Amerika

Hal yang menggelitik saya untuk menulis ini adalah beberapa judul serial yang pernah saya saksikan, yang membawa-bawa Indonesia ke dalam adonan plotnya. Marilah kita lihat satu per satu.

Serial pertama yang akan dibahas adalah The West Wing, drama politik tentang presiden fiktif Bartlett (kalau tak salah, saya bukan fans serial ini, cuma lihat satu episode lantaran ada unsur Indonesianya) dan intrik politik Gedung Putih, lengkap dengan segala model politikus dan birokrat. Di satu episode dikisahkan ada kunjungan dari Presiden RI ke Amerika. Presiden (fiktif) kita ini digambarkan sebagai orang yang membosankan, sampai si presiden Amerika berkata (setengah serius, setengah bercanda), "Bagaimana orang Indonesia bisa pilih dia jadi presiden?"

Serial kedua adalah The Unit. Serial yang diangkat dari buku "Inside Delta Force" ini menyuguhkan kehidupan para anggota pasukan khusus tentara Amerika dengan segala misi-misi rahasianya, juga bagaimana para wanita pendamping mereka menghadapi dunia militer yang kerap kejam. Salah satu episodenya bercerita tentang seorang anggota pasukan khusus yang dikirim ke Indonesia untuk membebaskan warga Amerika (semacam penginjil atau relawan muda) yang ditawan gerombolan separatis...bukan di Indonesia Timur, melainkan di Medan.


Serial ketiga berjudul Sleeper Cell, yang intinya mengupas lika-liku agen FBI yang menyusup dalam organisasi Islam radikal di Amerika. Dalam menjalankan salah satu agendanya, diceritakan pimpinan organisasi tersebut menggunakan seorang mahasiswa Indonesia yang tengah kuliah di Amerika, kalau saya tak salah tangkap untuk membuat sebangsa senjata biologis.

Sebagai orang Indonesia yang muslim, saya sama sekali tak mengelak bahwa di negeri saya memang kerap terjadi kerusuhan dan masalah. Ada orang-orang yang disebut teroris di sini, kaum yang mengaku berjihad meskipun mereka sebetulnya menyalahi jihad yang sesungguhnya. Namun, apakah semua orang Indonesia seperti yang digambarkan di serial-serial itu?

Satu hal yang paling bikin jengkel adalah akurasi hal-hal yang digambarkan di serial itu dengan keadaan yang lazim di Indonesia. Barangkali para penulis naskahnya kurang riset. Seperti di The Unit dan The West Wing kesalahan yang cukup fatal terletak pada penamaan karakter berlatar Indonesianya. Untuk Sleeper Cell, okelah, nama Eddy Pangetsu bisa dibilang mirip, paling silabel terakhir itu keliru ketik. Selanjutnya, lagi-lagi The Unit dan The West Wing menampilkan orang "Indonesia" yang sama sekali tak tampak trah Melayu-nya, melainkan terlihat seperti orang Cina! Sementara Sleeper Cell memasukkan aktor dengan tampang yang bisalah dibilang orang Indonesia. The Unit adalah satu-satunya yang menampilkan lokasi di "Indonesia" lengkap dengan penduduk "lokal"-nya. Untuk urusan bahasa terbilang lumayan (meski para pelakon bertampang Cina itu rada kagok berdialek Melayu), dan saya tak bisa komentar untuk setting-nya lantaran saya jarang menginjak pedesaan, tapi itu cukuplah. Meski waktu melihat setting-nya ada sesuatu di kepala saya yang memekikkan, "Ini bukan negara saya."

Tiga serial tersebut kemungkinan ditonton oleh jutaan pasang mata di Amerika. Berarti, segala hal negatif yang digambarkan tentang negeri kita ini juga disaksikan oleh mereka, barangkali mengendap di benak mereka, dan buat orang-orang yang buta berita, gambaran itulah yang mereka jadikan pedoman untuk menentukan kesan tentang Indonesia. Hm, tidak hanya di siaran berita internasional kita terlihat buruk, tapi di serial yang notabene fiktif juga ternyata.

PS: untuk alasan yang tidak dapat saya jelaskan, ketika Jensen Ackles di salah satu episode Supernatural menyebut "Bali", saya girang bukan kepalang. Dan sebagai tambahan di salah satu episode musim kelima serial NCIS disebutkan nama Indonesia sebagai salah satu negara yang di situ pernah terjadi peledakan bom oleh pedagang senjata. Selanjutnya, di satu episode musim ketiga Dexter, ada monolog sejarah singkat mengapa kopi bisa tumbuh di Jawa dan sang tokoh mengendus aromanya dengan nikmat. Terakhir, di episode penutup musim kelima serial Bones, Dr. Brennan pergi ke Maluku untuk jadi kepala tim ekspedisi arkeologi.

Senin, Oktober 27, 2008

Subtitel

Tulisan ini ditujukan pada Anda yang doyan menonton DVD bajakan (baik tayangan layar perak maupun layar teve alias serial), tapi kerap menggerutu karena meskipun gambarnya apik, subtitelnya kacau beliau dan kemampuan Anda mendengarkan dalam bahasa Inggris kurang memadai, padahal Anda orang yang mementingkan keutuhan dialog. Seperti saya.

Saya kadang bingung harus menyumpahi atau bersyukur pada para pembajak DVD yang mengedarkan produknya di wilayah Indonesia. Kecepatan mereka mendapatkan film dan serial terbaru memang perlu diapresiasi, terutama oleh kalangan yang getol mengikuti perkembangan hiburan mancanegara dan ingin selalu mendapat tontonan yang up to date nan murah meriah. Namun, acap kali kualitas produk mereka (namanya juga bajakan) bikin saya geleng kepala, khususnya masalah subtitel.

Akhir-akhir ini serial teve Barat yang beredar dalam bentuk DVD bajakan di Indonesia mengalami perubahan format. Dahulu, serial dibajak dan diedarkan bila sudah menuntaskan satu musim tayang. Namun, saat ini setiap dua sampai empat episode ditayangkan di negara asalnya, satu keping DVD bajakannya sudah bisa ditemukan di rental dan kios. Jadi jangan heran kalau satu musim serial dengan jumlah episode antara 22-24 yang dulu dimuatkan dalam 6-7 keping DVD, sekarang bisa sampai 10 keping (season 1a, 1b, dst.). Model pembajakan macam begini tentu memiliki konsekuensi pada kualitas subtitel yang diberikan. Sering saya temui, minimal satu episode dalam satu keping DVD yang subtitelnya kacau. Ini tentu menjengkelkan, tetapi saya berupaya untuk mengakalinya.

Ada dua cara yang biasa saya pakai untuk mengatasi masalah di atas. Pertama, menggunakan peranti lunak penampil subtitel yang independen dari pemutar DVD, yang saya gunakan sekarang adalah DVD Subtitle Player. Peranti lunak ini memainkan file subtitel yang ada di komputer secara transparan di atas tampilan video yang diputar. Kekurangannya adalah sekali Anda memutar DVD dan subtitle player, harus nonton sampai kelar, soalnya kalau diputus di tengah, Anda mesti mengatur lagi kecocokan jalannya teks dengan video. Ini rada merepotkan kalau Anda belum biasa.

Cara yang kedua, gunakan pemutar media yang bisa memainkan subtitel dari luar sumber media yang dimainkan. Yang saya pakai sekarang adalah Gom Player. Peranti lunak ini otomatis mencari subtitel di folder asal video, tapi memungkinkan Anda untuk memainkan subtitel dari folder lainnya. Dengan Gom Player, Anda bisa menonton seperti biasa, tidak khawatir bila perlu memutus di tengah karena jalannya subtitel sudah disinkronisasi otomatis dengan video. Kalau subtitel dirasa terlalu lambat atau cepat, Anda bisa mengaturnya secara manual.

Nah, sekarang dari mana Anda bisa mendapatkan file subtitel? Dari pengalaman saya, ada dua situs yang kualitasnya lumayan, yaitu tvsubtitles.net dan subscene.com. Subtitel bisa diperoleh paling cepat sehari setelah episode yang dimaksud ditayangkan di negara asalnya, tapi biasanya kalau Anda menunggu beberapa hari, versi yang sudah diedit dan kualitasnya lebih baik akan muncul. Tentu saja jangan mengharapkan subtitel dalam bahasa Indonesia, kecuali Anda mau membuatnya sendiri.

Selamat menikmati DVD bajakan Anda dengan lebih nyaman.

Selasa, Oktober 21, 2008

Psych

Cenayang bohongan yang menjadi tema serial ini sebetulnya merupakan fenomena yang jamak terjadi di Indonesia. Cuma kalau di negeri kita yang banyak terdengar adalah cerita-cerita kriminal getir tentang dukun palsu yang mengibuli korban habis-habisan (sampai dihabisi pula, kadang), sementara sosok yang mengaku cenayang di serial Psych setidaknya doyan ikut campur memecahkan kasus-kasus kriminal, walaupun polahnya tak senantiasa positif juga.

Serial yang sedang jalan musim ketiganya ini ada yang menyebutnya sebagai versi parodi dari serial Monk yang ditayangkan oleh jaringan stasiun televisi yang sama, USA Network. Saya kira sebutan itu tidak salah, soalnya meski ada beberapa elemen yang mirip, Psych terkesan lebih santai dan ringan dibandingkan dengan Monk. Istilahnya, serial berondong jagung yang renyah dikunyah, tetapi kurang substansial.

Psych mengisahkan tentang dua sahabat, Shawn Spencer (James Roday) dan Burton Guster (Dule Hill) yang mendirikan biro detektif cenayang. Gara-garanya suatu hari Shawn untuk kesekian kalinya memberi petunjuk tentang perkara kriminal dan polisi malah jadi curiga padanya. Untuk mengelakkan tuduhan polisi, Shawn mengaku dirinya punya indera keenam, alias cenayang, padahal kemampuan yang dimiliki aslinya adalah ketajaman memori, deduksi dan persepsi sensori luar biasa yang dilatihkan sang ayah yang mantan polisi sejak dini. Berbekal "kecenayangan" dan biro yang mereka dirikan, Shawn dan Gus bersama-sama membantu (dan juga merecoki) kerja polisi menyelidiki berbagai macam kasus.

Menurut saya, masalah paling mendasar pada serial ini adalah temanya. Baiklah, ide bahwa Shawn bisa meyakinkan orang bahwa dia cenayang mungkin bisa diterima, tapi dalam jangka pendek. Katakanlah satu musim. Selanjutnya, apakah orang (dan seharusnya polisi) tidak curiga karena "kemampuan" Shawn muncul dengan sangat selektif, perlu didasari fakta sebelumnya dan menghasilkan kesimpulan yang bisa ditarik siapa saja yang mau berpikir. Namun, boleh jadi para tokoh lain di serial ini sengaja menutup mata karena mereka perlu perspektif yang berbeda. Kemudian, meski kombinasi Roday-Hill cukup menghibur, Roday kurang mampu membuat penonton mengidentifikasi diri dan peduli dengan sosok Shawn yang sering dimainkan terlampau gila-gilaan, ceroboh, dan seenaknya. Ada beberapa momen yang membuat saya mengeluh bareng Gus melihat tingkah Shawn, malah. Ya, seperti yang sudah saya katakan di atas, serial ini tampaknya dirancang murni untuk menghibur dan ditonton selagi senggang.

Senin, Oktober 13, 2008

Prison Break

Serial ini termasuk kasus pertama dari sederet judul serial yang DVD-nya saya sewa lantaran ingin melihat penampilan seorang bintang tamu, iseng, penasaran atau bahkan tidak sengaja, tapi kemudian berhasil membikin saya kepincut. Prison Break di Indonesia pernah ditayangkan musim pertamanya oleh AnTV, pada jam yang tumbennya cukup masuk akal. Di AS serial ini kini tengah berjalan musim keempatnya dan tampaknya masih menjadi serial yang cukup populer.

Episode awal Prison Break dibuka dengan sosok insinyur bangunan tampan, Michael Scofield (diperani Wentworth Miller dengan sorot mata tajamnya yang kalkulatif sekaligus sensitif) yang mesti mendekam di hotel prodeo Fox River setelah upayanya merampok bank dengan berbekal pistol dicegah polisi. Di penjara, Michael bertemu dengan Lincoln Burrows (Dominic Purcell), kakak satu-satunya. Rupanya, Michael sengaja memasukkan dirinya ke dalam penjara untuk membebaskan Lincoln yang akan dieksekusi sebagai hukuman atas pembunuhan adik wapres AS yang sesungguhnya tidak dilakukannya, setelah upaya legal mengalami jalan buntu. Musim pertama serial ini sepenuhnya berkutat pada upaya Michael dkk. kabur dari penjara, dinamika kehidupan penjara dan penyelidikan untuk mengungkap lapis demi lapis fakta-fakta di balik pembunuhan tersebut yang membawa mereka sampai ke konspirasi tingkat tertinggi pemerintah Amerika. Di musim kedua fokus cerita mulai agak terpencar setelah Michael dkk. (atau dijuluki Fox River Eight) berhasil melarikan diri dan menghadapi jalan yang berlainan walau senantiasa saling bersimpangan, serta tetap meneruskan elemen misteri konspirasi yang tambah rumit. Cerita berlanjut di musim ketiga, di mana Michael sekali lagi harus dapat melarikan diri (dan seperti deja vu, tambahan penumpang lainnya) dari penjara, kali ini penjara Sona di Panama yang penjagaannya ketat luar biasa, dengan Lincoln di seberang temboknya. Kemudian di musim keempat, Michael dan Lincoln bereuni dengan alumni Fox River Eight dan Sona untuk menjalankan misi mustahil: membongkar kedok dan aksi komplotan antagonis The Company (yang ternyata biang dari segala konspirasi) demi status yang terdengar sederhana: manusia bebas.

Prison Break mungkin bukan serial paling cerdas yang pernah saya tonton. Menurut saya, makin lama serial ini kian kehilangan rasa realistis dan masih banyak lubang dalam plot yang tidak tertambal dengan baik. Seperti berkendara di jalan yang penuh bekas galian kabel, bisa dijalani, tapi terasa tak mulus. Namun, drama yang disisipkan dengan manis di sela aksi, akting para aktornya yang lumayan baik, tempo dan aksi penuh ketegangan yang disajikan dalam tiap episode cukup mampu membuat mata saya tetap memelototi layar laptop (atau teve), membangkitkan rasa berdebar dan penasaran dengan kelanjutan kisahnya. Sungguh, kalau kita serius menontonnya bisa terengah-engah (paling tidak secara mental) lantaran adegan demi adegan terus mengalir rapi dengan kisah yang bergulir cepat, dinamis dan menegangkan. Soal ketegangan ini saya sempat berpikir apakah penulis skenario Prison Break kenal dengan Raam Punjabi yang bikin sinetron Tersanjung. Apa pasal? Ya, karena adegan "nyaris-nyaris ketahuan yang berbahaya" dalam Prison Break mengingatkan saya pada Tersanjung yang menerapkan formula demikian (tapi dengan intensitas berlebihan sehingga bikin muak saja.

Sabtu, Agustus 30, 2008

Dark Angel


Saya merasa diri saya seorang realis, sehingga konsekuensinya saya tidak tertarik pada segala yang berbau fiksi sains dan horor. Buat saya, dua genre tersebut termasuk nanggung. Nyata tidak, tidak nyata juga tidak. Jadi, saya mesti mengakui bahwa saya adalah korban pikatnya Jensen Ackles tatkala saya membeli DVD dua musim serial Dark Angel, setelah saya menggandrungi Supernatural, yang notabene juga dibintangi olehnya. Bila Supernatural meruntuhkan sikap antihoror saya (setidaknya untuk serial itu), Dark Angel membawa saya mencicipi rasa fiksi sains yang diracik oleh James Cameron, yang sayangnya tidak bertahan lama di percaturan serial teve Amerika.

Dark Angel (atau juga dikenal sebagai James Cameron's Dark Angel) berlatar situasi di masa depan yang tak terlalu jauh dari masa serial itu diputar, sekitar tahun 2001-2002. Alkisah, tahun 2009, selusin anak kabur dari markas percobaan rahasia pemerintah AS, Manticore. Anak-anak yang melarikan diri itu bukan manusia biasa, mereka adalah manusia transgenik hasil rekayasa genetik yang diracik di laboratorium dengan segala keunggulan untuk dijadikan prajurit super, senjata berupa manusia. Salah satu dari yang kabur itu adalah Max (atau nama tandanya X5-452, bisa dikenali dari kode bar di tengkuknya), diperankan oleh Jessica Alba. Dark Angel adalah kisahnya, bagaimana dia dan para transgenik (yang berhasil lolos dari Manticore) mesti kucing-kucingan. Pertama dengan pihak Manticore yang ingin menawan kembali mereka, selanjutnya dengan manusia biasa yang telanjur menganggap transgenik aneh dan berbahaya. Max juga bertemu Logan Cale (Michael Weatherly) yang punya alter ego Eyes Only, sosok yang senantiasa berupaya memperjuangkan keadilan di dunia yang kian suram. Keduanya lantas berjuang bersama dan menjalin kasih. Sederet tokoh sampingan juga memeriahkan serial ini, seperti bos Max yang sok galak, Normal (J.C. MacKenzie), teman sekamar Max yang setia, Original Cindy (Valarie Rae Miller), rekan kerja Max, Sketchy (Richard Gunn) plus transgenik manusia-anjing, Joshua (Kevin Durand). Lha, Jensennya mana? Dia masuk di musim kedua sebagai Alec (X5-494), yang meski awalnya menjebak Max, tapi ujung-ujungnya jadi comrade in arms.

Serial fiksi sains ini menawarkan cerita tentang petualangan para transgenik (dan teman-temannya) dengan latar yang unik, kota Seattle tahun 2019-2020, suatu era setelah Amerika diserang teroris dengan gelombang elektromagnetik yang merontokkan semua sistem yang pernah dimiliki negara itu. Seattle yang digambarkan dalam Dark Angel bukanlah metropolitan futuristik seperti yang kita bayangkan, tetapi kota kumuh, kusut, kacau, miskin, dan diawasi dengan represif dan curiga. Kota di mana hukum rimba lebih kerap berlaku. Dark Angel mencoba menghadirkan gambaran yang mungkin tentang Amerika, yang malah jadi mundur alih-alih maju. Kemudian, di sisi cerita, sebenarnya ide yang dimunculkan menarik, tapi eksekusinya tidak selalu demikian. Kadang, setting dan plot yang ada kurang ditunjang oleh akting para artisnya. Jessica Alba saya rasa kurang dalam mengeksplorasi karakter Max yang sesungguhnya cukup kuat. Sebaliknya, meski karakternya agak membosankan, Michael Weatherly berakting wajar. Untung ada tambahan Jensen Ackles dan Kevin Durand di musim kedua. Selain menghembuskan nafas komedi di serial yang cenderung gelap ini, keduanya memainkan karakter yang menyegarkan. Serial ini seperti yang sudah saya sebut di awal memang hanya bertahan dua musim, kemungkinan disebabkan masalah rating dan anggaran. Dan episode finalnya pun masih mengandung tanda tanya besar, pertanyaan yang bisa dijawab kalau Anda membaca novel lanjutan (dan prekuelnya) yang ditulis oleh Max Allan Collins.